Senin, 14 Februari 2011

Pengembangan Kurikulum

PENDAHULUAN
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam.
Dan pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum tersebut kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap komponen kurikulum yang lain.
Proses pengembangan kurikulum memang merupakan sesuatu yang kompleks, karena tidak hanya menuntut penguasaan kemampuan secara teknis penjgembangan berbagai komponen kurikulum dari para pengembang kurikulum' akan tetapi lebih dari itu para pengembang kurikulum harus mampu mengantisipasi berbgai factor yang berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Adapun proses pengembangan kurikulum adalah kegiatan mengahasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan kurikulum atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pelaksanaan kurikulum, dan hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kurikulum mempunyai tujuan untuk perbaikan. Sehingga, keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pengajaran dan pendidikan, ada bebrapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain, yaitu; falsafah hidup bangsa, kesesuaian kurikulum dengan peserta didik, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan harapan masyarakat.

BAB I
PEMBAHASAN

Definisi Kurikulum
Kurikulum merupakan istilah yang sulit diterjemahkan secara tepat. Banyak terjadi perbedaan pendapat mengenai istilah kurikulum. Disini akan dibahas mengenai definisi secara etimologi dan terminologi.
Menurut etimologi kurikulum berasal dari kata curriculum yang berasal dari kata currerre yang berarti: berlari cepat, tergesa-gesa, menjalani. Currerre dijadikan kata benda menjadi curriculum yang berarti: lari cepat, pacuan,balapan kereta,perjalanan, suatu pengalaman tanpa henti, lapangan perlombaan, gelanggang, jarak yang ditempuh, dan rencana pelajaran.
Kurikulum secara istilah yaitu kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiki banyak fungsi diantaranya untuk anak, guru, orang tua murid, sekolah pada tingkatan diatasnya, masyarakat,pemerhati lulusan sekolah juga untuk mencapai tujuan pendidikan. Di sini kita hanya menjelaskan manfaat kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.Kurikulum suatu sekolah pada dasarnya adalah “ merupakan suatu alat untuk mencoba tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan penting untuk dicapai”.2
Pengembangan Kurikulum
Sebenarnya apakah pengembangan kurikulum itu dan mengapa kurikulum perlu dikembangkan? Pengembangan kurikulum terjadi akibat dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap suatu kurikulum yang sedang ataupun sudah berlaku. Namun, tidak semua rasa tidak puas ini memicu pengembangan kurikulum. Maka perlu diteliti lagi tentang konsep dari pengembangan kurikulum itu.
Istilah pengembangan menunjukkan pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau cara yang baru dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan.3
Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan kurikulum, pelaksanaan disekolah-sekolah disertai pengawasan secara intensif dan penyempurnanaan terhadap komponen-komponen tertentu dari kurikulum atas hasil penelitian. Pengembangan kurikulum juga perubahan dan peralihan total atau dari suatu kurikulum ke kurikulum yang lain.

Beberapa Isilah dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum dikenal ada lima istilah, yaitu pengembangan kurikulum (Curriculum development), perbaikan kurikulum (Curriculum improvement), perencanaan kurikulum (Curriculum planning), penerapan kurikulum (curriculum implementation), dan evaluasi kurikulum (curriculum evaluation).
Pengembangan kurikulum dan perbaikan kurikulum merupakan istilah yang mirip tetapi tidak sama . Pengembangan kurikulum merupakan istilah yang lebih komprehensif, di dalamnya termasuk perencanaan, penerapan, dan evaluasi dan berimplikasi pada perubahan dan perbaikan. Sedangkan perbaikan kurikulum sering bersinonim dengan pengembangan kurikulum, walaupun beberapa kasus perubahan dipandang sebagai hasil dari pengembangan.
Perencanaan kurikulum adalah fase pre-eliminer dari pengembangan kurikulum. Pada saat pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase berfikir atau fase disain.
Penerapan kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke dalam tindakan. Pada saat tahap perencanaan kurikulum, terjadi pemilihan pola tertentu organisasi kurikulum atau reorganisasi. Pola-pola tersebut diletakkan dalam tahap penerapan kurikulum.  Cara-cara penyempaian pengalaman belajar, misalnya penggunaan tim pengajaran, diambil dari konteks perencanaan dan dibuat operasional. Penerapan kurikulum juga mentermahkan rencana menjadi tindakan dalam kelas, juga aturan pergantian guru dari pekerja kurikulum menjadi instruktur.
Evaluasi kurikulum merupakan fase terakhir dalam pengembangan kurikulum di mana hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan dibahas lebih rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum.

Langkah-Langkah  Pengembangan Kurikulum
            Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman  belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah  memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology),   kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan  (philosophy of learning) dan psikologi belajar  (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah  merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).
Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar  ( selection of learning experiences)
 Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.     
Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
              Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
             
Langkah-langkah Dalam Pengembangan Kurikulum.( Nasution, 1999.).
Dalam garis bersarnya kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Kumpulkan keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta latar belakangnya.
Tentukan mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan.
Rumuskan tujuan tiap matapelajaran.
Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata palajaran
Tentukan topik-topik tiap mata pelajaran.
Tentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa.
Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswwa.
Tentukan strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai sumber/alat peraga proses belajar mengajar.
Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya.
Buatlah desain rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikannya..
Menyusun silabus yang berisi pokok-pokok bahasan atau topik dan sub-topik tiap mata pelajaran/termasuk tanggung jawab pelaja di sekolah atau jurusan.
Demikian pula halnya dalam penyusunan pedoman instruksional, karena guru yang bertanggung jawab untuk merencanakan menyususn, menyampaikan dan mengevaluasi satuan pelajaran. Maka karena itu tiap guru atau dosen seorang pengembang Kurikulum.

BAB II
KESIMPULAN

Kurikulum merupakan sebuah salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka kurikulum merupakan alat penting dalam proses pendidikan. Kurikulum hendaknya berperan dan bersifat anticipatory dan adaptif dalam perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi. Kurikulum senantiasa berubah itu wajar dan untuk mengubahnya kearah yang lebih baik, maka kita perlu para ahli yang menguasai tentang kurikulum itu sendiri.
Maka dari itu diharapkan para pendidik dapat mengebangkan kurikulum yang dapat mengikuti perkembangan zaman dan situasi dan kondisi pada waktu itu. Agar kita dapat mengejar ketertinggalan dunia pendidikan kita dari negara lain. Diharapkan kedepannya kita akan semakin memahami tentang perkembangan kurikulum dan kita harapkan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dapat berkembang kearah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution,prof,Drs. 1999.Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bui Aksara.
Subandijah, 1993. Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Slameto, 1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit. Bumi Aksara. JakartaEfendi, M. dkk. 2005. Pengantar Arah Pengembangan Kurikulum Dan Pengajaran. Laboratorium Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNM. Malang
Subandiyah.1996.Pengembangan dan Inovasi Kurikulum,Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Sutopo dan Wasty Soemanto,Hendyat.1993.Pembinaan dan PengembanganKurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara
Hamalik,Umar.1993.Evaluasi Kurikulum.Bandung:Remaja Rosdakarya Offset
Nasution,S.2006.Asas-asas Kurikulum.Jakarta:Bumi Aksara
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum/

Jumat, 04 Februari 2011

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNA NETRA SISWA KELAS IX DI SMP SLBA YKAB SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Didalamnya terkandung nilai-nilai dan aturan yang dijadikan pedoman dalam menjalani hidup oleh umat manusia. Nilai-nilai tersebut dituangkan dalam kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT yaitu Al Quran dan sabda nabi yaitu Al Hadits.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam harus diajarkan kepada generasi penerus. Tanpa mengajarkannya, peradaban umat manusia yang semula merupakan manusia beradab dan mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada binatang akan berubah menjadi manusia paling biadab. Cara yang tepat untuk melestarikan nilai-nilai Islam tersebut melalui pendidikan Islam.
Pendidikan Islam disini berlaku untuk semua umat manusia. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Baik itu melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal. Bahkan bagi orang yang memiliki kekurangan berhak atas pendidikan.
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Akan tetapi khusus bagi anak tunanetra juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa. (UU No. 23, 2002).slam tersebut melalui pendidikan Islam.ai semula merupakan manusia beradab dan mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada _____
Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang utuh, manusia tumbuh melalui belajar. Pendidikan tidak terlepas dari suatu proses belajar mengajar yaitu interaksi antara pendidik dan anak didik. Oleh karena itu sebagai pendidik, belajar tidak dapat dipisahkan. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan individu (anak didik), sedangkan mengajar mengacu pada apa yang dilakukan pendidik sebagai pemimpin belajar. Kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala pembelajaran merupakan interaksi antara anak didik dan pendidik.
Salah satu rumusan pendidikan menyatakan bahwa pendidikan adalah proses interaksi antara individu yang belum dewasa dengan orang dewasa, dimana orang dewasa tersebut memberikan bimbingan kepada orang yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Jadi pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengubah perilaku individu. Usaha tersebut dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu tujuan pendidikan. (Hasbullah, 2001: 5)
Untuk mencapai tujuan pendidikan, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Karena sekolah disamping sebagai tempat belajar juga sebagai tempat untuk latihan menghayati kehidupan yang lebih majemuk dan lebih kompleks.
Kegiatan pengajaran di sekolah adalah merupakan bagian dari kegiatan pendidikan pada umumnya yang secara otomatis berusaha untuk membawa masyarakat (anak didik atau siswa) menuju ke suatu keadaan yang lebih baik, yang dimaksud disini adalah anak didik dapat berubah perilakunya dan menguasai setiap tahap tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Lebih penting lagi bahwa anak didik dapat mencapai tujuan dari pendidikan Islam yang telah ditetapkan.
Keberhasilan proses belajar mengajar agama Islam tidak terlepas dari peran guru sebagai informator dan komunikator. Guru sebagai informan harus memberikan informasi yang baik kepada siswa, khususnya dalam penataan bahasa. Bahasa yang digunakan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Guru harus memperhatikan materi pelajaran dan memilih metode pembelajaran yang tepat.
Selain memperhatikan materi pelajaran dan memilih metode pembelajaran yang tepat, guru perlu mengenal dan memahami keadaan siswa berkenaan dengan potensi pada dirinya, yaitu potensi intelektual, bakat, dan sifat dasar yang dimiliki siswa. Hal tersebut sangat penting agar materi yang disampaikan oleh guru dapat diserap oleh siswa. Selain itu guru akan mudah dalam pengelolaan kelas.
Pendidikan pada siswa normal akan lebih mudah daripada pendidikan pada siswa yang memiliki kelainan fisik terutama bagi anak tunanetra. Pada siswa yang memiliki kelainan dalam penglihatan membutuhkan perhatian yang khusus dari guru maupun dari lingkungan belajarnya. Seorang guru harus menyiapkan metode, mental dan media yang tepat untuk mendidik murid yang memiliki kelainan dalam penglihatan (anak tunanetra).
Selain dari guru yang menanganinya di kelas, di rumah orang tua harus berperan aktif untuk mendidik anaknya dalam rangka mengembangkan kemampuan intelektualnya maupun kemampuan yang lainnya. Rasulullah bersabda : “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Nasrani, Yahudi atau Majusi”. (HR. Muslim).
Terkadang orang tua tidak peduli dengan kondisi anak yang tergolong tuna netra. Dengan memiliki anak tuna netra merupakan aib bagi sebuah keluarga. Dengan demikian orang tua lebih baik tidak menyekolahkannya daripada harus kehilangan biaya untuk pendidikan anaknya yang masa depannya tidak jelas. ( Kompas, Selasa, 7 November 2007 ). Padahal orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak. Orang tua adalah guru yang pertama dan utama bagi perkembangan anak didik. Tanpa adanya dorongan dari orang tua maka perkembangan anak tunanetra akan mengalami hambatan.
Untuk mengatasi pendidikan anak tuna netra ini diadakan lembaga pendidikan khusus yang menampung anak-anak tersebut. antara lain Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sekolah ini mereka mendapatkan beberapa mata pelajaran diantaranya pendidikan agama Islam. Hanya saja materi agama Islam. Pendidikan agama Islam yang mereka peroleh seputar hafalan, sholat, puasa dan sebagainya. (Acmad, 2007: 80). Anak cacat khususnya anak tuna netra akan kurang dapat mengikuti kegiatan akademik apabila anak tersebut baru mengalami kelainan pada penglihatan.
Alternatif untuk menyekolahkan anak tuna netra ke sekolah khusus belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan jumlah sekolah khusus yang hanya sedikit ditambah lagi jaraknya yang sangat jauh dan ketika dimasukkan di sekolah reguler tidak diterima dengan alasan kecacatan yang dialami atau sekolah belum siap menerima anak tuna netra, membuat orang tua enggan untuk menyekolahkannya.
Walaupun ada sebagian orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya ke sekolah khusus, ada juga yang berusaha agar anaknya belajar walaupun di sekolah khusus.
Sekarang ini telah ada sekolah yang menampung anak-anak khusus tuna netra. Salah satu lembaga tersebut adalah Sekolah Luar Biasa Tuna netra(SLBA YKAB. Sekolah luar biasa ini adalah lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Yayasan berbasis Kristen yang terletak di Surakarta yang menampung anak-anak tuna netra. Lembaga ini menampung anak-anak yang berkategori anak tuna netra yang tidak diterima di sekolah reguler. Jumlah anak tuna netra yang ditampung di sekolah ini berjumlah 60 siswa. (Solopos, Selasa, 1 April 2008). Sekolah ini diadakan karena kebutuhan pendidikan untuk anak tuna netra sangat diperlukan.
Disini hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam adalah memahami karekteristik dari tiap-tiap anak tuna netra. Hal tersebut dikarenakan anak-anak tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, sehingga guru harus benar-benar mempersiapkan materi yang akan diajarkan. Selain itu media atau alat bantu yang digunakan di dalam mengajarkan materi Pendidikan Agama Islam sangatlah terbatas, sehingga guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam mengajar. Maka dari itu guru dan pihak yang terkait dengan lingkungan pendidikan harus mempersiapkan diri dari segi teori mengajarnya, mental dan emosi serta kesiapan mengajarnya. (Kompas, Jumat, 20 April 2007). Hal itu penting karena anak didik harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan guru harus bisa membawa mereka mencapainya dengan kondisi anak didik yang sangat berlawanan. Artinya dalam satu kelas guru harus memberikan perlakuan belajar yang berbeda kepada setiap siswa agar tujuan itu tercapai.
Dari uraian diatas maka akan diadakan penelitian tentang “PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNA NETRA SISWA KELAS IX DI SMP YKAB Surakarta)”.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka masalah-masalah yang timbul dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Kurangnya perhatian dari orang tua.
Minimnya media atau alat bantu yang digunakan dalam mengajarkan materi PAI
Pentingnya metode pendidikan yang tepat dalam mendidik anak tuna netra ketika di kelas.
Adanya faktor penghambat dalam penyampaian metode pengajaran bagi anak tuna netra.

Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas agar permasalahan yang terjadi dapat terarah, maka masalah tersebut dibatasi pada pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak tuna netra siswa kelas IX di SMP SLBA YKAB Surakarta.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:
Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tuna netra siswa kelas IX di SMP SLB A YKAB Surakarta?
Media apa saja yang digunakan dalam mengajarkan materi PAI bagi tuna netra kelas IX di SMP SLBA YKAB Surakarta?
Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan metode pengajaran pendidikan agama Islam bagi tuna netra di SMP SLBA YKAB Surakarta?
Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tuna netra siswa kelas IX di SMP SLB A YKAB Surakarta
Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan metode pengajaran pendidikan agama Islam bagi tuna netra di SMP SLBA YKAB Surakarta
Usaha-usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut

Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan bagi dunia pendidikan (yang menangani khusus anak tunanetra) dalam mencari dan mengembangkan pendidikan agama Islam bagi anak tuna netra.
Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Manfaat Praktis
Bagi guru merupakan penambahan wawasan dan sebagai bekal persiapan ketika menghadapi anak tuna netra.
Bagi kepala sekolah untuk selalu mengembangkan pendidikan agama yang inovatif dan tepat bagi anak tuna netra.
Bagi orang tua atau kaum kerabat yang mempunyai keluarga yang berkategori anak tuna netra dapat menambah wawasan dalam rangka mendidik mereka dalam lingkungan keluarga.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih memahami pentingnya sebuah pendidikan bagi anak tuna netra.


BAB II
LANDASAN TEORI

Kajian Teori
Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiah Darodjat, dkk (2000: 86) mengartikan, Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari pengertian diatas pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara pengajaran yang meliputi bimbingan dan asuhan dengan tujuan untuk dapat mengamalkan ajaran-ajaran dalam Islam.
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2004 :131) mengartikan, Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/ pelatihan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan praktis yang berwujud bimbingan dan asuhan terhadap anak didik baik itu bimbingan jasmani maupun rohani yang sesuai dengan ajaran agama Islam bertujuan untuk terbentuknya kepribadian yang berguna bagi dirinya, masyarakatnya dan lingkungannya.
Menurut Zuhairini dkk, (1983:27), pendidikan agama Islam adalah “usaha yang sistematis dan praktis dalam membantu anak didik agar mereka sesuai dengan ajaran Islam”.
Menurut pengertian diatas semua usaha untuk merubah tingkah laku individu melalui kependidikan adalah definisi dari pendidikan agama Islam yang tujuannya adalah perubahan dalam aspek perilaku manusia terhadap dirinya, masyarakat maupun alam sekitarnya.
Sedangkan Muhaimin (2002: 76), pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan dan atau latihan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan keyakinan pemahaman atau penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dari peserta didik yang selain untuk membentuk kesalihan atau kualitas pribadi yang menyangkut hubungan pribadi serta kesalihan sosial.
Senada dengan pendapat Zakiah Darajad hanya saja berbeda pada aspek tujuan yang hendak dicapai. Menurut Muhaimin lebih diperjelas yaitu mengenai tujuan sosialnya.
Landasan Pendidikan Agama Islam
Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dijadikan pegangan secara formal. Landasan ini terdiri dari 3 dasar yaitu:
Dasar Ideal.
Yang menjadi dasarnya adalah Pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dasar Konstitusi.
Yang menjadi dasarnya tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu”.
Dasar Operasional.
Dasar operasional terdapat dalam Tap MPR No.II/MPR 1993 tentang GBHN yang pada pokoknya menyatakan pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah formal mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Landasan Religius.
Landasan religius adalah landasan yang berdasar pada sumber agama dalam hal ini khususnya Islam. Landasan ini antara lain:
Al Quran.
Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang terjaga keasliannya sampai akhir zaman. Di dalamnya terkandung hukum-hukum yang mengatur kehidupan umat islam .
Dalam Al Quran terdapat perintah dalam rangka pendidikan agama Islam yaitu:
Qs. An Nahl:43 yang berbunyi:
“ Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
(Depag RI. QS. An Nahl: 43).

Al Hadits.
Al Hadits adalah semua perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi mengenai sesuatu hal. Hadits mengenai pendidikan yang diriwayatkan oleh Muslim adalah “..barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah SWT akan memudahkan jalannya ke surga...”. (Imam Nawawi, 2004: 73).
Tujuan Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan agama Islam adalah suatu program yang mempunyai tujuan yang jelas. Tanpa adanya tujuan yang jelas maka arah dari suatu kegiatan akan tidak jelas pula. Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha dan dorongan yang kuat. (Hery Noer Aly, 1999: 51). Dengan mempunyai tujuan yang jelas kegiatan yang akan dilaksanakan akan semakin terencana.
Tujuan umum dari pendidikan agama Islam adalah menjadikan umat muslim sejati, beriman yang teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. Sedangkan tujuan khusus untuk sekolah dasar antara lain:
Penanaman rasa beragama
Penanaman rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya.
Memperkenalkan agama Islam yang global yaitu mengenai rukun iman, rukun Islam dan syariat.
Membiasakan anak berakhlak mulia.
Membiasakan contoh tauladan yang baik. (Zuhairini, 1983: 46-47).
Tujuan khusus diatas telah mencakup tiga aspek dalam ajaran Islam. Aspek tersebut yaitu aspek akidah yang berupa rasa cinta kepada Allah dan rasulnya, aspek akhlak yaitu berakhlak mulia dan aspek sosial yaitu jiwa beragama.
Adapun menurut Abdurahman Saleh Abdullah bahwa tujuan pendidikan agama Islam meliputi 4 aspek yaitu:
Aspek Jasmani.
Tujuan pada aspek ini adalah terbentuknya muslim yang sehat dan kuat. Muslim yang sehat dan kuat akan lebih dicintai Allah SWT daripada muslim yang lemah. Muslim kuat akan selalu siap dalam menghadapi tugasnya.
Aspek Rohani.
Tujuan pada aspek ini adalah membentuk muslim yang berpribadi baik, baik terhadapat diri orang lain maupun lingkungan sekitar.
Aspek Akal.
Tujuan pada aspek ini membentuk muslim yang cerdas. Mempunyai wawasan yang luas dan pemikiran yang tajam serta tidak mudah diombang-ambingkan oleh orang lain. Pemikirannya selalu membawa manfaat bagi yang memanfaatkannya.
Aspek Sosial.
Pada aspek ini muslim mampu bersosialisasi baik dengan orang lain dan mampu mengubah lingkungan sekitarnya sesuai aturan yang ditetapkan oleh ajaran Islam. (Abdurahman, 1990: 138-148)
Dalam Al Quran dijelaskan bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan manusia itu sendiri. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah kepada Allah ini mengandung pengertian yang luas. Meliputi beberapa aspek antara lain sisi manusia dan orang lain. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa manusia mempunyai tugas untuk mengelola bumi ini (kholifatullah fil ‘ardh). Untuk dapat mengelola bumi ini maka manusia harus mempunyai kekuatan.
Dapat kita simpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah terbentuknya muslim yang bahagia di dunia dan di akhirat. Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan akhir tersebut ada tujuan-tujuan sementara yang harus dipenuhi oleh peserta didik.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memiliki fungsi. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani fungsi pendidikan agama Islam antara lain:
Fungsi pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan anak didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan sebelumnya dalam lingkungan keluarga.
Penanaman nilai yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia.
Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik/sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan anak didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan.
Pencegahan yaitu untuk menangkal hal negatif dari lingkungannya atau budaya yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya.
Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak yang memiliki bakat khusus di bidang PAI agar dapat berkembang secara optimal. (Abdul Majid, 2004: 134-135).
Karena pendidikan agama Islam ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam maka sudah menjadi kewajiban dari seluruh umat Islam untuk mendidik generasi selamjutnya dengan pendidikan yang sesuai dengan zamannya.
Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
Anak Didik
Yang dimaksud anak didik adalah orang atau kelompok yang menerima pengaruh dari seseorang yang menjalankan kegiatan pengajaran pendidikan agama Islam (Erwati Azis, 2003: 57). Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya anak didik. Dalam pendidikan anak didik adalah input yang akan diproses agar menjadi sesuatu yang telah ditetapkan dalam tujuan. Anak didik sebagai input mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Keluarga dan lingkungan sosialnya sangat mempengaruhi diri anak didik. Untuk itu diperlukan pendidikan untuk mengarahkan anak didik ke tempat yang seharusnya.
Pendidik
Pendidik adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. (Hery Noer Aly, 1999: 83)
Dari pengertian diatas bahwa pendidik mempunyai arti yang sangat luas meliputi guru, keluarga dan masyarakat. Guru adalah pendidik yang berada di instansi pendidikan (sekolah) atau lebih pada tingkatan formal. Keluarga adalah pendidik anak sejak dari kecil dan merupakan gerbang pertama pendidikan anak. Pada tingkat ini sering disebut pendidikan informal. Adapun masyarakat yang merupakan kumpulan dari beberapa keluarga bertugas menyiapkan anak didik agar menaati aturan dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Pendidik yang diambil disini adalah pendidik dalam lingkungan formal yaitu guru. Seorang guru mempunyai tanggung jawab yang amat besar. Karena orang tua dan masyarakat telah mempercayakan pendidikan anaknya pada sekolah. Untuk menjadi pendidik yang profesional maka dibutuhkan beberapa syarat antara lain:
Harus dewasa,
Sehat jasmani dan rohani,
Ahli dalam mengajar, dan
Berkesusilaan. (Ahmad Tafsir, 2001: 80).
Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka seseorang boleh disebut sebagai guru. Syarat tersebut adalah syarat sebagai guru dalam pendidikan nonformal maupun informal. Untuk pendidikan formal maka seseorang harus mempunyai ijazah untuk dapat mengajar.
Materi Pendidikan.
Pada dasarnya materi pendidikan dalam agama Islam tercantum dalam Al Quran dan Al Hadits. Materi pokok yang diajarkan kepada anak didik adalah masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), masalah ihsan (akhlak). Dari ketiga materi global tersebut kemudian dijabarkan dalam rukun iman, rukun Islam dan muhsin. Dari materi pokok tersebut maka dapat dijabarkan lagi menurut perkembangan anak didik. (Zuhairini, 1981: 60)
Media Pendidikan.
Media atau alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. (Hery Noer Aly, 1999: 83). Untuk memilih media yang tepat dalam sebuah pembelajaran maka harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
Tujuan yang hendak dicapai.
Media yang tersedia.
Biaya pengadaan.
Peserta didik.
Kualitas media. (Rohmat, 2000: 20)
Dengan memperhatikan faktor tersebut diharapkan dalam pemanfaatan media akan efektif dan efisien. Sekalipun media yang digunakan bukan media yang mahal atau canggih. Akan tetapi ketika penggunaannya sesuai hasil yang diinginkan akan tercapai.
Adapun alat/media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
(a)Media tanpa poyeksi tiga dimensi
Media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi. Contoh, boneka, model, globe dan sebagainya.
(b) Media audio
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara saja. Contoh, radio, tape recorder.
(c) Televisi dan video tape recorder
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara dan gambar. Contoh, TV, video dan sebagainya. (Rohmat, 2000: 18-19)
Dari beberapa media yang ada diatas, maka dapat dipakai media yang sesuai untuk anak tunanetra yaitu buku dengan tulisan braille, alat bantu pendengaran, televisi, alat peraga dan lain-lain.
Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana pendidikan itu berlangsung. Secara langsung maupun tidak langsung lingkungan turut membantu anak didik dalam mencapai tingkat kedewasaan dan perubahan diri ke arah yang lebih baik.
Metode Pendidikan
Metode adalah segala usaha yang sistematis dan praktis untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melalui berbagai aktivitas baik didalam maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah. (Zuhairini, 1983: 80).
Dengan adanya metode yang tepat kekurangan guru dalam mengajar akan tertutupi. Ada ungkapan bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Dengan penguasaan metode yang tepat akan mudah dalam menyampaikan materi dan membawa anak didik mencapai tujuan yang ditetapkan.
Metode yang sesuai untuk pembelajaran pada anak-anak tunanetra yaitu:
Metode Demonstrasi
Metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran bagi anak tuna netra apabila terdapat hal-hal yang perlu didemontrasikan. Misalnya: Salat
Metode Kerja Kelompok
Metode ini dapat digunakan untuk pembelajaran bersama antara anak tuna netra yang satu dengan anak tunanetra yang lain agar dapat terjadi interaksi dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan yang ada.
Metode Sosiodrama
Metode dengan cara mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Metode ini dapat diterapkan untuk semua anak yang mana semua mendapat peran dalam sebuah cerita atau kisah sesuai dengan kemampuannya.
Metode Driil
Metode ini dapat digunakan untuk anak-anak tuna netra yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Metode Diskusi
Bagi anak tuna netra metode ini sesuai dalam pembelajaran mereka, karena mereka sangat cakap dalam berbicara sehingga diskusi dengan teman akan lebih menambah wawasannya.
Metode Problem Solving
Metode ini dapat digunakan bagi anak tuna netra. Dengan memberikan sebuah masalah, anak tuna netra akan lebih tertarik untuk belajar.
Metode Keteladanan
Metode ini dapat digunakan untuk semua anak, khususnya dalam bidang akhlak. Guru memberi teladan tentang akhlak yang baik agar ditiru oleh anak-anak.
Evaluasi.
Evaluasi adalah alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada pada jalan yang diharapkan. (Slameto, 2001: 6).
Untuk dapat memberikan evaluasi yang baik dan dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi.
Prinsip-prinsip evaluasi tersebut antara lain:
Keterpaduan artinya evaluasi menyangkut semua aspek pendidikan yaitu metode, materi, guru dan sebagainya.
CBSA yaitu evaluasi dengan melibatkan anak didik.
Koherensi yaitu aspek yang ada dalam tujuan dievaluasi dengan aspek yang ada dalam tujuan itu.
Diskriminalitas yaitu data akhir harus menunjukkan perbedaan tiap-tiap siswa.
Keseluruhan yaitu meliputi seluruh aspek yang dilakukan oleh siswa(kognitif, afektif, psikomotorik).
Paedagogik yaitu tidak hanya sebagai rekaman dari siswa saja.
Akuntabilitas yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, sekolah dan kelompok profesional.
(Slameto, 2001: 6).
Seorang guru sebelum memberikan evaluasi kepada murid harus memperhatikan prinsip evaluasi. Hal ini karena akan menghasilkan hasil yang benar-benar dapat dipercaya. Selain itu akan dapat diketahui apakah tujuan yang diharapkan telah tercapai atau belum. Dengan begitu evaluasi akan berlangsung seperti yang telah direncanakan.

Pengertian Tuna Netra
Dilihat dari kacamata pendidikan siswa tuna netra itu adalah mereka yang penglihatanya terganggu sehinggga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalan pendidikan tanpa menggunakan alat khusus, latihan atau alat bantu lain secara khusus.(Purwanto, : 26).
Tuna netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu akan tetapi masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. (www.ditplb.or.id).

Dilihat dari kemampuan matanya yang termasuk tuna netra adalah :
Kelompok yang mempunyai acuty 20/70 feet (6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet sedangkan mata normal (low vision).
Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu Snellen dari jarak 20 feet, sedang orang normal dapat membacanya dari jarak 200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter dan ini secara hokum sudah tergolong buta atau legally blind).
Kelompok yang sangat sedikit kemampuan melihatnya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek.
Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarak.
Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang digerakkan.
Kelompok yang hanya mempunyai light projection (dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
Kelompok yang hanya mempunyai presepsi cahaya (light perception) yaitu hanya bisa melihat terang dan gelap.
Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light perception) yang disebut dengan buta total (totally blind).(Purwato, :26)
Sesungguhnya bagi guru yang mengajar anak tuna netra yang lebih penting adalah mengetahui sejauh mana siswa tuna netra itu dapat memfungsikan penglihatannya dalam proses belajar mengajar.
Untuk itu siswa tuna netra dapat dikelompokkan menjadi 7 adalah sebagai berikut :
Mereka yang mampu membaca cetak standart.
Mereka yang mampu membaca cetakan standart dengan memakai alat pembesar (Magnification devices).
Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No. 18).
Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan besar/regular print.
Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan alat pembesar.
Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih bisa melihat cahaya
Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah tidak mampu melihat cahaya.(Purwanto, :27)
Definisi yang didasarkan pada ukuran ketajaman penglihatan tidak banyak berfungsi dalam proses pendidikan dan ini hanya berfungsi untuk kepentingan hokum, pajak dan tunjangan (bagi Negara) tertentu, bebas bagi perangko dan sebagainya.
Untuk melihat bagaimana kemampuan tuna netra memfungsikan penglihatannya, kita bisa menggunakan data/catatan yang telah ada. Juga bisa melalui observasi langsung selama tuna netra melakukan aktifitas atau juga bisa menanyakan pada orang-orang terdekat, guru, orang tua dan lainnya.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa tuna netra ini dibagi menjadi 2 yaitu buta total dan buta sebagian (low vision). Gangguan pada penglihatan dapat ditimbulkan oleh beberapa hal yaitu:
Hambatan pada retina.
Dalam keadaan normal cahaya dikirim dari luar retina, tetapi disini cahaya yang masuk terhalangi. Keadaan ini disebabkan oleh virus atau bakteri pada masa prenatal atau sesudah lahir.
Gambar tidak fokus pada retina.
Gangguan ini antara lain rabun dekat, rabun jauh atau mata kabur.
Alur informasi dari retina ke otak terhambat.
Hal ini disebabkan oleh tumor pada retina atau kerusakan otak atau penyakit Retrolental Fibroplasia (penyakit retina yang ada pada bayi prematur yang butuh banyak oksigen ).
Juling.
Kelainan ini terjadi karena otot yang mengatur gerak bola mata lemah atau retina yang sakit.
Adapun karakteristik anak tuna netra adalah:
Kepalanya miring atau maju ke depan.
Mataya sering kabur dan pandangan kabur.
Sering berkedip terus atau menutup salah satu matanya.
Sering mencari benda kecil dengan meraba sana sini.
Sering mengeluh sakit kepala, pusing dan mual. (Nur’aeni, 1997: 119)
Setelah mengetahui karakteristiknya, maka dengan mudah kita untuk mengidentifikasi siswa. Selain itu dapat dicari solusi dalam pembelajarannya.
Menurut teori Maslow kebutuhan tunanetra dibagi menjadi lima antara lain :
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan setiap makhluk hidup. Setiap orang membutuhkan makan, minum, udara yang segar juga waktu untuk istirahat. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan organis atau fisiologis ini harus diimbangi dengan kegiatan dan aktifitas gerak yang setimpal, sehingga akan timbul kesegaran jasmani dan rohani.
Kesegaran jasmani dan kesegaran rohani saling mempengaruhi dan perpaduan keduanya akan mempengaruhi hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan.
Dari uraiaan di atas maka tampak bahwa keterampilan gerak dan berpindah tempat dapat berperan dalam mengusahakan terpenuhinya kebutuhan fisiologis maupun tercapainya kesegaran jasmani dan rohani.
Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman akan terpenuhi bagi seseorang apabila kebutuhan fisiologis dan organismenya terpenuhi. Setiap orang mendambakan lingkungan yang memberikan perasaan aman dan tidak menganggu pada dirinya. Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan kestabilan lingkungan.
Kebutuhan akan kasih sayang
Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang sudah merasakan kebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa amannya juga terpenuhi. Bagaimana akan mempunyai rasa memiliki rasa sayang pada diri maupun pada lingkungan, sedangkan ia selalu kekurangan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya dan selalu merasa tidak aman.
Kebutuhan akan penghargaan
Setiap menusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai oleh lingkungan. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga bisa berbentuk penghargaan psikologis.
Seseorang akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi dirinya maupun pada lingkungan. Makin banyak seseorang dapat berbuat sesuatu makin besar kemungkinan seseorang mendapat penghargaan
Penghargaan dari lingkungan dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif, tergantung dari apa yang diperbuat oleh seseorang. Perbuatan yang mengakibatkan negatif maka ia akan menerima penghargaan negatif yang bisa disebut dengan hukuman. Perbuatan yang positif dan bermanfaat maka ia kan menerima penghargaan yang positif pula.
Kebutuhan akan aktualitas diri
Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang tuna netra tidak berbeda dengantujuan akhir pendidikan bagi orang awas pada umumnya yaitu agar anak dapat mandiri.
Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan diperolehnya selama menempuh pendidikan dapat dijadikan dasar untuk kehidupan dirinya hinggga tidak banyak tergantung pada orang lain.



Kerangka Pemikiran.
Dalam UU No. 23 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa anak-anak cacat berhak memperoleh pengajaran dan pendidikan begitu juga anak-anak berbakat. Dengan mengacu pada hal tersebut maka anak cacat berhak memperoleh pendidikan baik itu pendidikan formal maupun informal.
Selain itu khusus dalam pendidikan Islam tidak mengesampingkan anak cacat dalam pendidikan. Untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat semua umat Islam harus memperoleh pendidikan agama Islam. Dengan pendidikan itu menusia akan dapat melaksanakan tugasnya.
Baik guru atau siswa akan mengadakan perubahan untuk dapat berkomunikasi dengan anak cacat dan menolong mereka agar dapat berjalan bersama guna mencapai suatu tujuan. Guru akan bekerja keras agar apa yang disampaikan dapat diterima oleh anak cacat. Sebaliknya murid akan dapat menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Dalam mengadakan proses pembelajaran bagi anak tuna netra maka dibutuhkan metode yang bervariasi agar anak didik dapat menyerap materi yang diajarkan. Metode yang dapat digunakan dalam rangka pembelajaran ini antara lain metode tanya jawab, metode diskusi, metode ceramah, metode demonstrasi, dan drill
Dengan demikian pendidikan tidak hanya diperuntukkan anak normal, tetapi juga menjadi hak untuk anak tunanetra dalam memperoleh pendidikan. Bagaimanapun mereka juga punya potensi seperti anak normal pada umumnya








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, 2000: 3)
Pertimbangannya; pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 2000: 5)

Setting Penelitian
Setting penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tempat penelitian :
Tempat yang akan di jadikan lokasi penelitian ini adalah SMP SLBA YKAB Surakarta. Tempat ini dipilih karena merupakan sekolah luar biasa unggulan bagi tuna netra.
Waktu penelitian :
Waktu penelitian ini adalah 3 minggu, yang akan dimulai pada hari Selasa tanggal 11 Januari sampai dengan hari kamis tanggal 29 Januari 2011.

Subjek dan Informan
Subjek
Subjek adalah sumber yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah anak-anak tuna netra yang ada di SMP SLBA YKAB Surakarta dan guru pengajar agama Islam.
Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. (Moleong, 2005: 90)
Agar mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan maka diambil beberapa informan. Informan dalam penelitian ini adalah :
Kepala Sekolah SMP SLBA YKAB Surakarta
Untuk mengetahui data tentang latar belakang sekolah, program kerja sekolah.
Guru Mata Pelajaran lain.
Staf Tata Usaha



Metode Pengumpulan Data
Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka. (Koentjoroningrat, 1991: 129)
Metode ini digunakan untuk mengecek data yang telah didapat dari hasil pengamatan. Selain itu untuk menanyakan tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Pai di kelas.
Dalam metode wawancara ini digunakan daftar pertanyaan untuk pengambilan data. Penggunaan daftar pertanyaan ini agar data yang ingin dicari dapat diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga mengunakan wawancara pembicaraan informal yang digunakan untuk pengecekan data.
Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengamati suatu gejala yang diteliti. Metode ini memerlukan panca indra yang bertujuan untuk membuat catatan deskripsi mengenai perilaku dalam kenyataan serta memahami perilaku tersebut atau hanya mengetahui frekuensi suatu kejadian. (Rianto Adi, 2005: 59).
Metode ini digunakan untuk mengetahui proses pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilakukan oleh sekolah melalui guru bidang studi PAI
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah Metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal/variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat dan sebagainya. (Suharsimi Arikunto, 2002: 206)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi sekolah, sarana dan prasarana, jumlah guru, kurikulum yang digunakan dan sebagainya.

Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah pengajuan data yang didapat dalam penelitian untuk mengetahui apakah data tersebut kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Untuk mendapatkan keabsahan data dapat digunakan beberapa teknik. Teknik yang digunakan disini adalah:
Ketekunan Pengamatan
Teknik ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. (Moleong, 2005: 177).
Dalam hal ini dikonsentrasikan pada subyek penelitiannya dan secara rinci mengamati segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak tuna netra.
Teknik Triangulasi
Teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Hal itu dapat dilakukan dengan cara triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik dan triangulasi dengan teori.
Dalam penelitian ini menggunakan Triangulasi Sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi,
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen. (Moleong, 2000:178 ).

Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Setelah semua terkumpul maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Reduksi data, yaitu memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah data mentah ke dalam catatan lapangan.
Sajian data, yaitu suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan dan atau tindakan yang diusulkan.
Kesimpulan, yaitu penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proporsi yang terkait dengannya. (Sutopo, 2002: 34-37)
Dari langkah-langkah analisis data tersebut dapat digambarkan dalam diagram model interaktif Miles dan Huberman (1992: 20) berikut ini:






DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Dian Andayani, (2004), Pendidikan Agama Islam Berbasis Ko
mpetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Abdurrahman Saleh Abdullah, (1990), Teori Pendidikan Menurut Alquran, Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad Tafsir, (2001), Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hasbullah, (2001), Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Heribertus Sutopo, (1988), Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press
Hery Noer Aly, (1999), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.
Irham hosni, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat jendral pendidikan tinggi Guru.
Imam Nawawi, (2004), Hadist Arba’in An Nawawiyah, Solo, Kuala Pustaka.
Kompas, Selasa, 6 November 2007.
Koentjoroningrat, (1991), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia.
Lexy J. Moleong, (2005), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Lexy J. Moleong, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Muhaimin, dkk, (2002), Paradigma Pendidikan Islam, upaya mengaktifkan PAI di sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rianto Adi, (2005), Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Jakarta: Granit.
Rohmat, (2000), Pengantar Media Pembelajaran, Surakarta.
Suharsimi Arikunto, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
UU No. 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak.
Zakiah Darajat, (2002), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Zuhairini, dkk, (1983), Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional.

Metodologi Pendidikan Agama Islam

A. METODOLOGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1. Pengertian

Metodologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Depdiknas, 2002 : 741 ) , berarti “ ilmu tetang metode; uraian tentang metode”. Sedangakan metode, menurut kamus yang sama ( 2002 : 740) , berarti : ”Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.
Sedangkan metode mengajar, Zuhairini dkk. ( 1981 : 68 ) memberikan definisi sebagai berikut: ”Metode mengajar adalah :
o merupakan salah satu komponen dari pada proses pendidikan.
o merupakan alat mencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar.
o merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan”.

Bertitik tolak dari pengertian metode mengajar tersebut, Zuhairini dkk. (1981 : 69) merumuskan pengertian Metodologi Pendidikan Agama Islam seperti berikut ini : “... segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan agama, dengan melalui berbagai aktivitas, baik di dalam maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah”.

Seorang guru dituntut untuk mampu memadukan berbagai metode yang relevan. Untuk pembelajaran shalat, misalnya, seorang guru harus mampu menggunakan metode ceramah, tanya jawab , latihan, serta harus memberi keteladanan bagi anak didiknya. Menurut ajaran Islam, melaksanakan pendidikan agama adalah merupakan perintah dari Allah dan ibadah kepada-Nya. Karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh guru.

2. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Bahan pendidikan agama meliputi tujuh unsure pokok yaitu:
* Keimanan
* Ibadah
* Al-Qur’an
* Akhlaq
* Mu’amalah
* Syari’ah
* Tarikh

Pengembangan media dan sumber belajar

Pentingnya Mengembangkan Media Pembelajaran
Dahulu, ketika teknologi khususnya teknologi informasi belum berkembang seperti sekarang ini; ketika ilmu penge­rahuan belum sepesat ini proses pembelajaran biasanya berlangsung pada tempat dan waktu tertentu. Proses pem­belajaran adalah proses komunikasi antara guru clan siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran. Proses pembelajaran sangat tergantung pada guru sebagai sumber belajar. Dalam kondisi semacam ini, akan ada proses pembelajaran manakala ada guru; tanpa kehadiran guru di dalam kelas sebagai sumber tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Dewasa ini, ketika ilmu pengetahuan dan berkembang sangat pesat, proses pembelajaran tidak lagi di monopoli oleh adanya kehadiran guru di dalam kelas dapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa bisa apa saja sesuai dengan minas dan gaya belajar. Seorang desainer pembelajaran dituntut untuk dapat merancang pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai jenis dan sumber belajar yang sesuai agar proses pembela berlangsung secara efektif dan efisien.
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang di lakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan, yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berpengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh ­melalui aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya. Contohnya, agar siswa belajar bagaimana cara mengoperasikan komputer, maka guru menyediakan komputer untuk digunakan oleh siswa; agar siswa memiliki ketera­p dan mengendarai kendaraan, maka secara langsung guru membimbing siswa menggunakan kendaraan yang sebenar­nya; demikian juga memberikan pengalaman bermain gitar, mengetik, dan lain menjahit dan lain sebagainya, atau mungkin juga pengalaman langsung, untuk mempelajari oblek atau baba- yang dipelajari, contohnya pengalaman langsung meliha: dan mempelajari Candi Borobudur, pengalaman langsung melihat kerbau di sawah, pengalaman langsung melihat ba­gaimana kapal terbang mendarat di landasan. Atau, peng­alaman langsung mempelajari benda-benda elektronik dan lain sebagainya.
Pengalaman langsung semacam itu tentu saja merupa­kan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari.
Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah dada manusia ha­nya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika memompakan darah. Un­tuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk memiliki keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan dapat menggunakan bench semacam boneka yang tetapi mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keteram­pilan mengemudikan pesawat ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi terlebih dahulu dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakteristik yang sama. Alat yang dapat membantu proses belajar ini yang dimaksud dengan media atau alat peraga pembelajaran.
Untuk memahami peranan media dalam proses menda­patkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukis­kannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience).
Kerucut pengalaman Edgar Dale pada saat ini dianut secara lugs untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar se­cara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau yang mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati
dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mem­pelajari bahan penaalaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diper­oleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal. maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Selanjutnya, uraian setup pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut pengalaman tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
1. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak di­pelajari tanpa menggunakan perantara. Karena peng­alaman langsung inilah, maka ada kecenderungan hasi­yang diperoleh siswa menjadi konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.
2. Pengalaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengalaman tiru­an sudah bukan pengalaman langsung lagi sebab objek yang dipelajari bukan yang ash atau yang sesungguhnya melainkan benda tiruan yang menyerupai benda aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya ter­utama untuk menghindari terjadinya verbalisms. Mi­salkan siswa akan mernpelaJari kanguru. Oleh karena binatang tersebut sulit diperoleh apalagi dibawa ke dalam kelas, maka untuk mempelajarinya dapat meng­gunakan model binatang dengan wujud yang sama na­mun terbuat dari plastik.
3. Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan me­lalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Walau­pun siswa tidak mengalami secara langsung terhadap kejadian, namun melalui drama, siswa akan lebih meng­hayati berbagai peran yang disuguhkan. Tujuan belajar melalui drama ini agar siswa memperoleh pengalaman yang lebih jelas dan konkret.
4. Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyam­paian informasi melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang di­pelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demonstrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5. Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin di­pelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi. Selanjutnya, pengalaman yang diperoleh di­catat dan disusun dalam cerita/makalah secara sistema­tis. Isi catatan disesuaikan dengan tujuan kegiatan ini.
6. Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya. Melalui pameran sis­wa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari, se­perti karya seni balk seni tulis, seni pahat, atau benda­benda bersejarah dan hasil teknologi modern dengan berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak sifatnya dibandingkan dengan wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri. Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pemandu dan membaca leaflet atau bookklet yang disediakan penyelenggara.
7. Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai ristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai dengan program yang dirancang.
8. Pengalaman melalui gambar hidup dan film. Gambar hidup atau film merupakan rangkaian gambar Yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tertentu. Dengan mengamati film siswa dapat belajar sendiri walaupun bahan belajarnya terbatas sesuai dengan naskah yang disusun.
9. Pengalaman melalui radio, tape recorder dan gambar. ­Pengalaman melalui media ini sifatnya lebih abstrak bandingkan pengalaman melalui gambar hidup sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja, yaitu penglihatan, pendengaran atau indra penglihatan saja.
10. Pengalaman melalui lambang-lambang visual, seperti grafik, gambar, dan bagan. Sebagai alat komunikasi lambang visual dapat memberikan pengetahuan lebih lugs kepada siswa. Siswa lebih dapat memahami berbagai perkembangan atau struktur melalui dan lambang visual lainnya.
11. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak. Sebab, siswa mem­peroleh pengalaman hanya melalui bahasa balk lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya verbalisms sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui lam-bang verbal sangat besar. Oleh Sebab itu, sebaiknya penggunaan bahasa verbal harus disertai dengan peng­gunaan media lain.
Apabila kita perhatikan kerucut pengalaman yang di­kemukakan Edgar Dale, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pengalaman Ian-sung dan pengalaman tidak langsung. Semakin langsung objek yang dipelajari, maka semakin konkret pengetahuan diperoleh; semakin tidak langsung pengetahuan itu diper­oleh, maka semakin abstrak pengetahuan siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut, siswa akan lebih konkret memperoleh pengetahuan melalui peng­alaman langsung, melalui benda-benda tiruan, pengalaman melalui drama, demonstrasi wisata, dan melalui pameran. Hal ini memungkinkan karena siswa dapat secara langsung berhubungan dengan objek yang dipelajari; sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengetahuan melalui benda atau alas perantara, seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape recorder, lambang visual, lambing verbal.
Memperhatikan kerangka pengetahuan ini, maka ke­dudukan komponen media pengajaran dalam sistem proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab, tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh se­cara langsung. Dalam keadaan ini media dapat digunakan agar lebih memberikan pengetahuan yang konkret dan te­pat Berta mudah dipahami. Hal ini sejalan dengan pendapat Olsen bahwa prosedur belajar dapat ditempuh dalam tiga tahap, yaitu: (1) Pengajaran langsung melalui pengalaman langsung. Pengajaran ini diperoleh dengan teknik karyawisata, wawancara, resource visitor. (2) Pengajaran tidak langsung, dapat melalui alat peraga. Pengalaman ini diperoleh melalui gambar, peta, bagan, objek, model, slide, film, TV, dramatisasi, dan lain-lain. (3) Pengajaran tidak langsung melalui kata, misalnya melalui kata-kata dan rumus-rumus.

B. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Heinich, Molenda, dan Russel (1990) diungkapkan bahwa media is a channel of communication. Derived from the Latin word for "between", the term refers "to anything that carries information between a source and a receiver.
Lesle J. Briggs (1979), menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai "the physical means of conveying instructional content book, films, videotapes, etc”. Lebih jauh Briggs menyatakan media adalah "alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi pro ses belajar.
Rossi dan Breidle (1966), mengemukakan bahwa medic pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat di­pakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku. koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi, alat-alat, semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogran­untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran.
Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atat: bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memLiii-kinka:-. siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan El-, (1980: 244) menyatakan: “A medium, conceived is an,. person, material or event that establishs condition which'.- enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude”. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang. bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alas perantara seperti tv, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi,meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.
Selain pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat kerns (hard­ware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alas-alit yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Prol'ector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan soft­ware adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung da­lam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.

C. Proses Pembelajaran Sebagai Proses Komunikasi
Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, di mana guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi balk verbal (kata-kata & tulisan) maupun nonverbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding. Pembelajaran sebagai suatu proses ko­munikasi.
Namun demikian, bisa terjadi proses komunikasi me­ngalami hambatan, artinya tidak selamanya pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan mudah diterima oleh penerima pesan. Bahkan adakalanya pesan yang diterima tidak sesuai dengan maksud yang disampaikan. Inilah yang dimaksud dengan kesalahan dalam komunikasi. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan komunikasi. Pertama, faktor lemahnya kemampuan pengirim I pesan dalam mengomunikasikan informasi, sehingga pesan yang disampaikan tidak jelas diterima, atau mungkin salah menyampaikannya. Kedua, faktor lemahnya kemampuan penerima pesan dalam menerima pesan yang disampalkan, sehingga ada kesalahan dalam mengmterpretasi pesan yang disampaikan. Oleh sebab itu, dalam suatu proses komunikasi diperlukan saluran yang berfungsi untuk mempermudah penyampaian pesan. Inilah hakikat dari media pembelaj'aran. Oleh sebab itu, bagan komunikasi ditambah dengan unsur media.
Dalam konteks komunikasi seperti di atas, fungsi media adalah sebagai alas bantu untuk guru dalam mengomunikasikan pesan, agar proses komunikasi berjalan dengar dan sempurna sehingga tidak mungkin lagi ada kesa- lahan.

D. Fungsi dan Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
Perolehan pengetahuan siswa seperti digambarkan Edgar Dale menunjukkan bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila hanya disampaikan melalui bahasa verbal. Hal ini memungkinkan terjadinya verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa memahami dan me­ngerti makna yang terkandung dalam kata tersebut. Hal semacam ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi siswa. Oleh sebab itu, sebaiknya diusahakan agar pengalaman sis­wa menjadi lebih konkret, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, dilakukan melalui kegiatan yang dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya.
Hal lain, penyampaian informasi yang hanya melalui bahasa verbal selain dapat menimbulkan verbalisme dan ke­salahan persepsi, juga gairah siswa untuk menangkap pesan akan semakin kurang, karena siswa kurang diajak berpikir dan menghayati pesan yang disampaikan. Paclahal untuk memahami sesuatu perlu keterlibatan siswa baik fisik maupun psikis.
Pada kenyataannya memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan sesuatu yang mudah bukan hanya me­nyangkut segi perencanaan dan waktu saja yang dapat men­jadi kendala, akan tetapi memang ada sejumlah pengalaman yang sangat tidak mungkin dipelajari secara langsung oleh siswa. Katakanlah ketika guru ingin memberikan informa­si tentang kehidupan di dasar laut, maka tidak mungkin pengalaman tersebut diperoleh secara langsung oleh siswa. Oleh karena itu, peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar rnengajar. Guru dapat menggunakan film televisi, atau gambar yang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada siswa. Melalui media pembelajaran hal yang bersifat abstrak bisa lebih menjadi konkret.
Memerhatikan penjelasan di atas, maka secara khusus media pembelajan memiliki fungsi dan berperan seperti yang dijelaskan berikut ini.
1. Menangkap Suatu Objek atau Peristiwa-peristiwa Tertentu
Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang langka dapat diabadikan dengan foto, film atau direkam melalui video atau audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan clan dapat digunakan manakala diperlukan.
Guru dapat menjelaskan proses terjadinya gerhana ma­taharl yang langka melalui hasil rekaman video. Atau ba­gaimana proses perkembangan ulat menjadi kupu-kupu; proses perkembangan bayi dalam rahim dari mulai sel telur dibuahi sampai menjadi embrio clan berkembang menjadi bayi. Demikian juga dalam pelajaran IPS, guru dapat men­jelaskan bagaimana terjadinya peristiwa proklamasi melalui tayangan film clan lain sebagainya.
2. Memanipulasi Keadaan, Peristiwa, atau Objek Tertentu
Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verba­lisme. Misalkan untuk menyampaikan bahan pelajaran ten-tang sistem peredaran darah pada manusia, dapat disajikan melalui film.
Selain itu, media pembelajaran juga dapat membantu menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak mungkin dapat ditampilkan di dalam kelas, arau menampilkan objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan menggunakan mata telanjang. Benda atau objek yang terlalu besar misal­kan, alas-alas perang, berbagai binatang buns, bendy-bendy langit, clan lain sebagainya. Untuk menampilkan objek ter­sebut guru dapat memanfaatkan film slide, foto-foto, atau gambar. Benda-bendy yang terlalu kecil, misalkan, bakteri. jamur, virus dan lain sebagainya, dapat dipelajari dengan memanfaatkan mikroskop, atau micro projector.

Untuk memanipulasi keadaan, juga media pembelajaran dapat menampilkan suatu proses atau gerakan yang terlalu cepat yang sulit diikuti, seperti gerakan mobil, gerakan kapal terbang, gerakan-gerakan pelari atau gerakan yang sedan, berolahraga; atau seballknya dapat mempercepat gerakan-gerakan yang lambat, seperti gerakan pertumbuhan tanaman, perubahan warna suatu zat, dan lain sebagainya.
3. Menambah Gairah dan Motivasi Belajar Siswa
Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembela­jaran dapat lebih meningkat. Sebagai contoh, sebelum men­jelaskan materi pelajaran tentang polusi, untuk dapat menarik perhatian siswa terhadap topik tersebut, maka guru memutar film terlebih dahulu tentang banjir, atau tentang, kotoran limbah industri, dan lain sebagainya.
4. Media Pembelajaran Memiliki Nilai Praktis sebagai Berikut:
Pertanza, media dapat mengatasi keterbatasan peng­alaman yang dimiliki siswa. Kedua, media dapat u menatasi batas ruang kelas. Hal mengatas terutama untuk menvajikan bahan belajar yang sulit di pahami secara langsung oleh peserta. Dalam kondisi ini me­dia dapat berfungsi untuk:
a. Menampilkan objek yang terlau besar untuk dibawa ke dalam kelas.
b. Memperbesar Berta memperjelas objek yang terlalu ke­cil yang sulit dilihat oleh mata telanjang, seperti set-sel butir darah/molekul bakteri, dan sebagainya.
c. Mempercepat gerakan suatu proses yang terlalu lambat sehingga dapat dilihat dalam waktu yang lebih cepat. sehingg
d. Memperlambat proses gerakan yang terlalu cepat.
e. Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks.




E. Klasifikasi dan Macam- Macam Media Pembelajaran.
Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat di dengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.
c. Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:
a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan alain sebagainya.
3. Dilihat dari cara atau tehnik pemakaiannya, media dapat dibagi kedalam:
a. Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya.
b. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.

F. Karakteristik Beberapa Media Pembelajaran
1. Media Grafis ( Visul Diam)
Media inin termaksud kategori media visual nonproyeksi yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari pemberi ke penerima pesan ( dari guru kepada siswa ) secara sederhana media grafis dapat diartikan sebagai media yang mengandung pesan yang dituangkan dalm bentuk tulisan, huruf- huruf, gambar- gambar, dan simbol- simbol yang mengandung arti. Macam- macam media grafis adalah: gambar/ foto, diagram, bagan, poter, grafis, media cetak,buku.
a. Gambar/ Foto
Gambar/ foto merupakan salah satu media grafis paling umum digunakan dalam Proses pembelajaran.
b. Diagram
Diagram adalah gambar yang sederhana yang menggunakan garis- garis dan symbol- symbol untuk menunjukkan hubungan antara komponen atau mrenggambarkan suatu proses tertentu.
c. Bagan
Bagan atau sering disebut dengan chart adalah media grafis yang didesain untuk menyajikan ringkasan visual secara jelas dari suatu proses yang penting.
d. Poster
Poster adalah media yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, saran atau ide tertentu, sehingga dapat merangsang keinginan yang melihatnya untuk melaksanakan isi pesan tersebut.
e. Grafik ( Graph)
Grafik adalah media visual berupa garis atau gambar yang dapat memberikan infomasi mengenai keadaan atau perkembangan sesuatu berdasarkan data secara kuantitaf.
2. Media Proyeksi
Media proyeksi adalah media yang dapat digunakan dengan bantuan proyektor. Berbeda dengan media grafis, media ini harus menggunakan alat elektronik untuk menampilkan informasi atau pesan.
3. Media Audio
Media audio adalah media atau bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif ( pita suara atau piringan suara yang dapat merangsang pikiran dan perasaan pendengar sehingga terjadi proses belajar.

4. Media Komputer
Computer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respons yang segera terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh siswa. Lebih dari itu, computer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhan.
Dengan tampilan yang dapat mengombinasikan berbagai unsur penyampaian informasi dan pesan, computer dapat dirancang dan digunakan sebagai media yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi.
Perkembangan teknologi computer saat ini telah membentuk suatu jaringan (network) yang dapat memberi kemungkinan bagi siswa untuk berinteraksi dengan sumber belajar secara luas. Jaringan computer berupa internet dan web telah membuka akses bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang actual dalam berbagai bidang studi. Diskusi dan interaksi keilmuan dapat terelenggara melalui tersedianya fasilitas internet dan web di sekolah.
Internet dan web dapat memberi kemungkinan bagi guru untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan dalam mata pelajaran sesuai dengan bidang yang ditempu. Melalui penggunaan internet dan web, guru akan selalu siap mengajarkan ilmu pengetahuan yang mutakhir kepada siswa.
a. Penggunaan Multimedia Presentasi
Multimedia persentasi digunakan untuk menjelaskan materi- materi yang sifatnya teoretis, digunakan dalampembelajaran klasikal dengan kelompok besar. Kelebihan multimedia ini adalah dapat menggabungkan semua unsur media, seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomendasikan sesuai dengan modalitas belajar siswa.
b. CD Multimedia Interaktif
CD interaktif dapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan berbagai bidang studi. Sifat media ini selain interaktif juga bersifat multimedia terdapat unsur- unsur media secara lengkap yang meliputi sound, animasi, video, teks, dan grafis. Beberapa model multimedia interaktif diantaranya:
§ Model Drill
§ Model Tutorial
§ Model Simulasi
§ Model Games

c. Pemanfaatan Internet
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengondisikan siswa untuk belajar secara mandiri.” Through independent study, student become doers, as well as thinkers” ( Cobine, 1997 ). Para siswa dapat mengakses secara online dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data stastik, ( Gordin et al., 1995 ). Informasi yang diberikan server- computer itu dapat berasal dari commercial businesses (.Com ), government services (.Gov ), nonprofit organization (.Org ), educational institution (.edu ), atau artistic and cultural group (.arts ).
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan kesemua daerah tanpa mengenal batas geografis
b. Proses pembelajaran bias terjadi dimana saja karena tidak memerlukan ruang kelas.
c. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka hal biasa.
d. Pembelajaran dapat memilih topic atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing- masing.
e. Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing- masing pembelajar/ siswa.
f. Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran
g. Pembrlajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik pembelajar/ siswa; dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru ) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas- tugas yang dikerjakan siswa secara online.

G. Prinsip- Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media
1. Prinsip Pemilihan Media
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemilihan media, diantaranya :

1. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif, atau psikomotor.
2. Pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas.
3. Pemilihan media harus disesuaikan dengan karasteristik siswa.
4. Pemilihan media harus sesuai dengan gaya belajar siswa serta gaya dan kemampuan guru.
5. Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran.

2. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pada setiap kegiatan belajar mengajar adalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa belajar dalam upaya memahami materi pelajaran.
Agar media pembelajaran benar - benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya:

1. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.
3. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, kondisi siswa.
4. Media yang digunakan harus memerhatikan efektivitas dan efesien.
5. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya.


H. Pemanfaatan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada disekitar lingkungan kegiatan belajar yang secara fungsional dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar (output ) namun juga dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat merangsang siswa untuk belajar dan mempercepat pemahaman dan penguasaan bidang ilmu dipelajarinya.
AECT ( Association for Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1. Pesan ( Message)
Pesan merupakan sumberbelajar yang meliputi pesan formal, yaitu pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti pemerintah atau pesan yang disampaikan guru dalam situasi pembelajaran.
2. Orang (People )
Semua orang pada dasarnya dapat berperan dalam sumber belajar, namun secara umum dapat dibagi dua kelompok. Pertama, kelompok orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara professional untuk mengajar, seperti guru,konselor, instruktur, widyaiswara.
3. Bahan ( Materials )
Bahan merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul, program video,film, OHT (Over Head Transparency), program slide, alat peraga dan sebagainya ( biasanya disebut software ).
4. Alat ( Device)
Alat yang dimaksud disini adalah benda- benda yang berbentuk fisik sering disebut juga dengan perangkat keras ( hardware).
5. Teknik
Teknik yang dimaksud adalah cara ( prosedur) yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran.
6. Latar ( Setting)
Latar atau lingkungan yang berada didalam sekolah maupun lingkungan yang berada diluar sekolah,baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk pembelajaran; termaksud didalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium,tempat workshop, halaman sekolah, kebun sekolah, lapangan sekolah, dan sebagainya.